Pukul 01.01 am- RS. Indah Kusuma
“Dok,
pasien kembali mengalami serangan jantung!” lapor seorang perawat. Dengan sigap si dokter
langsung menuju kamar pasien.
“
Segera lakukan operasi sekarang juga!” jawab si dokter dengan tegas.
“Mengapa
segera dioperasi, Dok? Bukankah kondisinya membaik siang tadi?” Tanya salah
seorang perawat yang lain.
“Kondisinya
kini memburuk, penyumbatannya semakin parah. Segera siapkan ruang operasi. Dan
hubungi keluarganya.”
“Baik.” balas si perawat dengan patuh.
Si
dokter tampak mengambil sebuah handphone dari jas putihnya, dan jari-jemarinya dengan sigap langsung menari diatas layar handphone.
___
Pukul
01.30 am.
*Handphoneku berdering
Dengan mata redup aku
segera mengambil handphone yang kuletakkan di atas meja kerjaku.
“Hallo..”
sapaku.
“Tolong
bantu saya dalam operasi sekarang juga. Kondisi darurat.” Kata seorang
diseberang sana.
“Serangan
jantungkah?”
“Ya.
Penyumbatannya semakin parah. Saya takut nyawanya tak terselamatkan.”
Betul
dugaanku. Saya tahu benar, Dokter Jun tidak akan memanggilku di tengah malam seperti ini untuk
melakukan operasi jika bukan dikarenakan pasien serangan jantung. Tindakan
dokter Jun memang selalu benar dan tepat. Dia tidak ingin terlalu santai dan
hanya menge-cek kondisi pasien sembari berkata kepada perawat,
“Beri saja dia obat penenang.” seperti halnya yang dilakukan
dokter-dokter lain. Dengan sigap akupun berangkat menuju rumah sakit tempat aku
bekerja, mengendarai mobilku menyusuri kota ditengah gelapnya malam.
___
Pukul
02.05 am- RS. Indah Kusuma
Tiba
di rumah sakit, aku berjalan dengan langkah cepat menuju kantor dokter untuk
mengambil jas putihku dan mengambil jurnal kerjaku sebelum menuju ruang
operasi.
“Operasi
tengah malam, huh.” Teguran temanku membuatku sedikit kaget. Ah, itu Dr. Teguh,
dokter spesialis anestesi.
“Iya,
mendadak Dr. Jun memanggilku untuk membantunya. Hey, bukankah kau juga
dipanggil pastinya?” tanyaku balik.
“Ya,
tentunya. Karena operasi tidak akan berjalan tanpa kehadiranku. Apa kau mau
melakukan operasi tanpa suntikan bius?” jawabnya dengan tampang wajah layaknya
seorang bos besar.
“Masih
membuat lelucon di saat penting seperti ini? Cepat, sebelum Dr. Jun tahu kau
ingin pasiennya dioperasi tanpa suntikan bius.” Ledekku dengan sedikit ancaman.
Kami
berduapun berjalan menuju ruang operasi, menyusuri lorong yang minim penerangan. Ah, aku benci gelap! Di depan ruang operasi tampak beberapa orang
dengan raut wajah tegang. "Mungkin itu keluarga dari si pasien." pikirkuku. Terlihat
ada seorang ibu paruh baya yang tengah mencuri-curi pandangan ke dalam ruangan
operasi, 3 orang lelaki duduk di kursi tunggu di luar ruang operasi sembari
mengepalkan kedua tangan, dan seorang wanita berumur sekitar 20-an
mondar-mandir kesana kemari. Kami menghampiri keluarga tersebut dan berusaha
memberikan dukungan dan mengucapkan kata-kata “tenang” kepada mereka.
“Kalian tenang saja, kami
semua akan berjuang.” Kata Dr. Teguh.
"Apa anda yang akan mengoperasi ayahku?" tanya wanita muda.
"Oh, bukan. Saya Dr. Teguh spesialis anestesi, dan ini teman saya Dr. Anashia, dia spesialis bedah." jawabnya sembari mengarahkan jari telunjuknya kearahku. "Tenang saja, didalam ada Dr. Jun, sang ahli jantung." tambahnya sembari tersenyum manis ke arah wanita muda itu.
“Betul, kami akan melakukan yang terbaik. Jadi saya mohon, kalian tenang dan
berdo’alah untuk kelancaran operasi.” kataku. Akupun mendengar
hembusan nafas dari wanita tadi. Mungkin ia cukup tenang mendengar
penjelasanku. Kamipun pamit dan mohon do’a untuk kelancaran operasi.
“Berjuanglah..”tambah
seorang laki-laki berkacamata yang tadi duduk termenung di kursi.
Kami hanya membalas
dengan anggukan dan senyuman.
__
“Hey,
kalian telat 3 menit 10 detik. Sedang apa kalian? Jangan bermain-main denganku. Camkan itu!” Tampak raut wajah emosi Dr. Jun menyambut kita saat memasuki ruang
operasi.
“Maaf,
tadi kami berbincang sebentar dengan keluarga pasien. Mereka tampak tegang, jadi
kami menenangkan mereka.” Jawab Dr. Teguh sembari memakai sarung tangan karet
dan masker.
“Baiklah,
cepat gunakan jubah operasi.” Kata Dr. Jun.
Akupun
mengambil jubah hijau dan perlengkapan lainnya. Kini, operasi tengah malam akan
dimulai. Namun sebelum dimulai, kita harus melakukan ritual para dokter sebelum
melakukan operasi.
“Malam
semuanya, saya Dr. Jun, ahli bedah jantung.”
“Malam,
saya Dr. Anashia, ahli bedah.”
“Saya
Dr. Teguh, spesialis anestesi.”
“Baiklah,
berikut data pasien. Nama Wishnu Bramaja, umur 55 tahun, golongan darah O,
tekanan darah 150/120. Mengalami serangan jantung koroner siang tadi.” Jelas seorang
perawat sembari membaca rekaman medis pasien.
“Baiklah, mari kita mulai. Mohon bantuan
kalian semua.” Tambah Dr. Jun.
“Nyalakan
tanda operasi.” Aku memberi aba-aba.
Teeet..
*Sirine tanda operasi dimulai.
Dr. Teguh segera menyuntikan obat bius total
kepada pasien. Seketika, pasien langsung tak sadarkan diri, tanda obat bius
bereaksi dengan baik.
“Waktu
kerja obat bius itu maksimal 2 jam. Mari kita usahakan selesai sebelum kerja obat ini habis.”
Kata Dr. Teguh memberi penjelasan.
Berhubung
ia dokter anestesi, tugasnya hanyalah membius pasien. Setelah tugasnya selesai,
ia langsung keluar dari ruangan operasi melalui pintu khusus dokter. Kini dari
rekan dokter hanya tersisa aku dan Dr. Jun. Aku sebagai ahli bedah akan
melakukan pembedahan pada bagian dada. Itu sudah menjadi ahliku. Sudah hampir 4
tahun aku menggeluti bidangku ini.
“Tolong
pisau bedah.” Kataku kepada perawat. Dengan sigap perawat langsung mengambilkan
pisau bedah.
“Kasa..”
tambahku.
“Dok,
pembedahan sudah dilaksanakan.” Kataku sembari menyerahkan tugas selanjutnya
kepada Dr. Jun, si ahli jantung.
Tugasku
selanjutnya adalah menjahit kembali bedahan. Namun aku harus menunggu hingga
tugas Dr. Jun selesai. Seketika wajah Dr. Jun berubah, ia tampak sangat serius
menangani masalah ini. Aku disampingnya mendampingi jika suatu ketika Dr. Jun
membutuhkanku untuk melakukan pembedahan pada bagian jantung pasien. Aku sudah
terbiasa membantu Dr. Jun saat operasi, karena saat pertama bekerja di rumah
sakit ini aku sudah menjadi anak buah Dr. Jun, bisa dibilang, Dr. Jun adalah
mentor seniorku. Melihat bagian organ dalam sudah menjadi kebiasaanku, bahkan
menjadi pemandangan hampir setiap hari. Aku sangat menyukai profesiku ini, aku
sangat senang saat operasi berjalan dengan lancar dan pasien kambali pulih. Pernah
suatu ketika, pasien yang kami tangani hampir kehilangan nyawa. Ia mengalami
kondisi yang disebut dengan, “anesthesia awareness”, yaitu tersadarnya pasien pada saat operasi
di bawah pengaruh obat bius, sehingga ia bisa menyadari apa yang terjadi selama
operasi (Sumber: https://zulliesikawati.wordpress.com/tag/anesthesia-awareness/). Hal tersebut dapat disebababkan oleh beberapa faktor, salah
satunya kurangnya dosis obat bius. Hal tersebut ditandai dengan mulai bergeraknya
anggota gerak pasien seperti tangan dan kaki.
Saat
itu aku dan Dr. Jun terkejut. Jika memang pasien sadar, ini akan berakibat
fatal bagi pasien. Untung tindakan sigap dokter anestesi dapat menyelamatkan
nyawa si pasien. Dokter anestesi segera menyuntikkan obat bius, dan pasienpun kembali tak sadarkan diri.
___
Teeet..
*Sirine
tanda operasi berhasil
Aku
dan Dr. Jun tersenyum lega. Kami semua yang berada di dalam ruangan merasa
sangat bersyukur. Operasi berjalan dengan lancar. Obat biusnyapun dapat bertahan.
Pengalaman pahitku tak terulang kembali. Kami semua merapikan alat-alat
operasi, pasien tidak diperbolehkan langsung dipindah ke kamar biasa. Ia harus
tetap di pantau di ruang operasi hingga siuman, dan dicek detak jantungnya
secara berkala untuk memastikan tidak terjadi serangan dadakan sebelum akhirnya
dipindah ke kamar biasa. Aku melihat jam, pukul 03.15, sementara pasien
dipantau oleh para perawat, aku dan Dr. Jun segera keluar dari ruang operasi
dan menemui keluarga pasien. Mereka segera bangkit dari duduknya setelah
melihat aku da Dr. Jun keluar dari ruangan operasi, wajah mereka tampak pucat,
bahkan seperti menahan nafas selama operasi berlangsung.
“Semua berjalan dengan lancar.” Kata Dr. Jun. Diikuti
dengan hembusan nafas panjang yang terdengar begitu kencang, bahkan aku merasa
seperti menggema ke seluruh penjuru ruangan. Raut wajah senang tampak dari
wajah mereka, mereka saling memandang satu sama lain dengan senyuman bahagia.
“Terima
kasih atas kerja kerasnya, Dok. Terima kasih banyak.” Kata si Ibu dan anak perempuannya
dengan tangisan haru sembari menjabat tangan kami.
Aku
dan Dr. Jun kembali ke kantor untuk menulis jurnal operasi. Dengan bangga Dr.
Jun menulis,
Waktu Operasi
|
Penyakit/
penyebab
|
Atas Nama
|
Dokter
|
Keterangan
|
Pukul
02.10 s/d 03.15
|
Serangan
Jantung Koroner
|
Wishnu
Bramaja (55)
|
-Dr.
Jun (Jtg)
-Dr.
Anashia (Bdh)
-Dr.
Teguh (ants)
|
Operasi
tengah malam pertama. SUKSES..
|
Ia bahkan mempertebal dan menggaris bawahi kata “Sukses”, sebenarnya penulisan itu tidak sesuai dengan kaidah penulisan jurnal operasi. Tapi tampaknya, Dr. Jun sangat bahagia dan bangga, karena ini merupakan operasi tengah malam pertama yang dilakukan di rumah sakit ini.
“Ayo, kita terus
berjuang..”
-TAMAT-
-HIR

Tidak ada komentar:
Posting Komentar